RESENSI
Novel
Perahu Kertas
Judul: Perahu Kertas
Penulis:
Dee / Dewi Lestari
Editor:
Hermawan Aksan
Penerbit:
Bentang Pustaka
Cetakan:
I, Agustus 2009
Tebal:
XII + 444 halaman; 20 cm
ISBN:
978-979-1227-78-0
Sekilas
novel Perahu Kertas tampak standar dan biasa-biasa saja karena bertemakan
tentang cinta. Tetapi seolah-olah novel Perahu Kertas membuka sebuah
cakrawala baru. Cerita tentang cinta namun banyak unsur lain yang mendukung dan
kuat dalam novel ini yang membuat novel ini begitu inspiratif dan edukatif,
seperti tentang mimpi, persahabatan, dan kekeluargaan. Penggambaran tokoh,
latar, dan alur yang begitu kreatif dan jelas membuat para pembaca novel Perahu
Kertas tidak segan-segan untuk bermain dengan dunia imajinasinya dan
membayangkan secara nyata apa yang terjadi dalam ceritanya.
Cerita
yang terdapat pada novel Perahu Kertas dimulai dari kisah seorang Keenan,
remaja yang baru saja lulus SMA, yang selama enam tahun tinggal bersama
neneknya di Amsterdam. Namun karena perjanjian dengan ayahnya, Keenan terpaksa
pulang ke Indonesia dan berkuliah di Bandung, di Fakultas Ekonomi. Sementara
Keenan sendiri sangat tidak menginginkannya dan lebih memilih untuk menjadi
seorang pelukis dibandingkan seorang businessman. Keenan memiliki bakat melukis yang kuat
dari ibunya dan dia tidak mempunyai cita-cita lain selain menjadi pelukis.
Sementara,
di sisi lain, ada Kugy, seorang cewek unik yang cenderung banyak kejutan di
dalam kehidupannya. Kugy juga akan berkuliah di universitas yang sama dengan
Keenan. Tak beda dengan Keenan, Kugy pun mempunyai cita-citanya sendiri, yaitu
menjadi juru dongeng. Kugy sangat menggilai dongeng. Tak hanya mengkoleksi
buku-buku dongeng dan punya taman bacaan, Kugy juga sangat senang menulis
dongeng. Walaupun Kugy yakin menjadi seorang juru dongeng bukanlah profesi yang
meyakinkan yang akan diterima dengan mudah oleh khalayak umum. Akan tetapi,
Kugy tak ingin lepas begitu saja dari dunia tulis menulis, Kugy lantas
meneruskan pendidikannya di Fakultas Sastra.
Kugy
dan Keenan dipertemukan lewat pasangan Eko dan Noni. Eko merupakan sepupu
Keenan. Sementara Noni merupakan teman Kugy sejak mereka berdua masih kecil.
Mereka berempat akhirnya bersahabat karib.
Lambat
laun, Kugy dan Keenan saling mengagumi dan tanpa mereka sadari mereka saling
jatuh cinta, tanpa pernah ada kesempatan untuk saling mengungkapkan,
dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan. Kugy sudah mempunyai pacar
bernama Ojos (panggilan yang semena-mena diciptakan oleh Kugy). Sementara
Keenan saat itu sedang dicomblangkan oleh Wanda, seorang kurator muda, yang
merupakan sepupu Noni.
Persahabatan
empat sekawan itu mulai merenggang sejak adanya Wanda. Kugy lantas menjalani
kegiatannya yang baru dan sibuk dengan kegiatan itu, yakni menjadi guru relawan
di sekolah darurat bernama Sakola Alit. Di sanalah Kugy bertemu dengan Pilik,
muridnya yang nakal namun kelihatan cerdas. Pilik dan kawan-kawannya berhasil
ditaklukan oleh Kugy dengan cara, ia membuatkan mereka kisah petualangan dengan
mereka sebagai tokohnya, yang diberi judul: Jendral Pilik dan Pasukan
Alit. Kugy menuliskan kisah petualangan murid-muridnya itu di sebuah buku
tulis, yang kelak diberikan kepada Keenan.
Hubungan
Keenan dan Wanda yang semula mulus, akhirnya hancur dalam semalam. Begitu juga
dengan impian Keenan yang selama ini ia bangun dan perjuangkan, kandas dengan
cara yang mengejutkan bersamaan dengan hancurnya hubungan ia dengan Wanda.
Dengan hati hancur, Keenan meninggalkan kehidupannya di Bandung dan keluarganya
di Jakarta, lalu pergi ke Ubud dan tinggal bersama Pak Wayan yang merupakan
sahabat ibunya.
Hari-hari
bersama keluarga Pak Wayan, yang semuanya merupakan seniman-seniman yang cukup
disegani di Bali, sedikit demi sedikit mulai mengobati hati Keenan. Sosok yang
sangat berpengaruh dalam penyembuhannya yaitu Luhde Laksmi, keponakan Pak
Wayan. Keenan pun akhirnya mulai bisa melukis lagi. Berbekal kisah petualangan
Jendral Pilik dan Pasukan Alit yang diberikan oleh Kugy, Keenan membuat
lukisan-lukisan serial yang menjadi terkenal dan diburu para korektor.
Kugy,
yang kesepian dan kehilangan sahabat-sahabatnya di Bandung, menata ulang
hidupnya. Ia cepat-cepat lulus kuliah dan langsung bekerja di sebuah biro iklan
di Jakarta sebagai copywritter. Di sana, ia bertemu dengan Remigius Aditya,
atasan yang sekaligus sahabat abangnya, Karel. Dengan cara yang tak terduga
karier Kugy naik daun dan menjadi orang yang diperhitungkan di kantor itu
karena pemikirannya yang ajaib dan serba spontan.
Namun
sosok Remigius tidak melihat Kugy dari sisi itu. Remi menyukai Kugy tidak hanya
dari ide-idenya, tapi juga semangat dan sisi keunikan Kugy. Dan akhirnya Remi
pun harus mengakui bahwa ia jatuh hati kepada Kugy. Sebaliknya, ketulusan Remi
meluluhkan hati Kugy dan membuatnya memilih Remi.
Keenan
tidak bisa selamanya tinggal di Bali. Kondisi kesehatan ayahnya yang memburuk,
memaksanya untuk pulang ke Jakarta dan harus menjalankan perusahaan ayahnya
karena tidak mempunyai pilihan lain.
Pertemuan
antara Keenan dan Kugy tidak bisa terelakkan. Bahkan empat sekawan ini bertemu
lagi dan bercanda seperti masa-masa jayanya dulu. Semuanya dengan kondisi yang
berbeda. Dan kembali hati mereka diuji. Kisah cinta dan persahabatan selama
lima tahun ini pun berakhir dengan kejutan bagi semuanya. Akhirnya setiap hati
hanya bisa memasrahkan dirinya kemana aliran cinta membawanya.
Dari
sinopsis di atas, kita bisa menghetahui, bahwa sesungguhnya, kemanapun cinta
kita dilabuhkan di suatu tempat yang kita mau, tetapi sejujurnya, hati selalu
tahu dimana sepantasnya ia dimuarakan. Hati tidak perlu memilih siapa
yang akan dicintainya, tetapi sebaliknya, hati dipilih oleh cinta itu sendiri.
Novel ini diwarnai oleh pergelutan idealisme, tawa, tangis, dan cinta. Semua
dikemas rapi oleh Dee sehingga meninggalkan bekas yang mendalam setelah membaca
novel ini.
Walaupun
banyak latar yang dipakai oleh novel ini, yaitu Belanda, Jakarta, Pantai Ranca
Buaya, dan Ubud, tidak sama sekali membuat para pembaca kebingungan saat
membacanya dan menjadikan novel ini banyak detail-detail penjelasan latar yang
tidak diperlukan. Tetapi sebaliknya, cerita ini mengalir begitu saja bagai
perahu kertas yang berlayar tanpa halangan. Meskipun pada bagian bahasa Balinya
menggunakan bahasa yang termasuk kasar karena ejekkan tetapi tidak mengurangkan
nilai novel Perahu Kertas di hati para pembaca.
Kesimpulan
yang bisa didapatkan oleh para pembaca novel Perahu Kertas sendiri tak lebih
dan tak bukan adalah pujian-pujian yang mampu membangkitkan semangat untuk
membaca novel ini sendiri. Novel ini begitu edukatif dikarenakan kita bisa
banyak belajar dari novel ini. Mulai dari bagaimana kita harus tetap semangat
dalam meraih mimpi-mimpi kita. Dan ada satu kutipan kata yang begitu
mengena dalam novel ini, “Kita harus menjadi sesuatu yang bukan diri kita, untuk akhirnya
menjadi sesuatu yang merupakan diri kita sendiri”.Terkadang tidak
semua mimpi kita bisa kita raih begitu saja. Banyak pengorbanan yang harus
dilakukan dan salah satunya adalah menjadi apa yang bukan diri kita inginkan,
seperti halnya Kugy. Untuk menjadi seorang juru dongeng tidak semudah
membalikan telapak tangan. Kugy berpikir, dia harus mempunyai profesi yang
layak dan menghasilkan gaji yang cukup untuk memenuhi kehidupannya. Baru
setelah itu, dia mempunyai profesi sampingan berupa juru dongeng.
Dari
novel ini kita juga belajar arti dari sebuah perjuangan dalam meraih cita-cita
dan impian yang kita damba-dambakan. Jadi, untuk seseorang yang sedang putus
asa dan kehilangan semangatnya, novel ini layak dikonsumsi untuk membangkitkan
semangat dan menambah inspirasi. Dibumbui kisah cinta yang begitu membuat emosi
melonjak-lonjak, novel Perahu Kertas sangat membantu kita untuk belajar lebih
lanjut apa arti dari cinta itu sendiri. Seperti perahu kertas yang dihanyutkan
di parit, di empang, di kali, di sungai, tapi selalu bermuara di tempat
yang sama. Meski pahit, sakit, dan meragu, tapi hati sesungguhnya selalu tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar